Selasa, 31 Desember 2013

Tahun Baru dan BJPS? Jawabannya Mari Berwirausaha!

Sudah dengar bahwa mulai 1 Januari 2014 akan mulai berlaku BPJS? Apa sih BPJS? Sungguh terlalu apabila seorang mahasiswa kedokteran tidak pernah mendengar tentang ini karena pemerintah telah mensosialisasikannya jauh-jauh hari melalui berbagai macam media sosial terutama televisi.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba. Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT Jamsostek.[1] Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Artinya seluruh masyarakat Indonesia dijamin kesehatannya oleh pemerintah karena tidak perlu merasa terbebani ketika sakit atau sekedar hanya perlu untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Dan memang saya mendukung sepenuhnya apabila pemerintah memang berniat seperti itu, toh sudah seharusnya pemerintah mengcover kesehatan rakyatnya. Sedih rasanya apabila mendengar berita seorang pasien yang ditolak Rumah Sakit hanya karena tidak memiliki biaya. Jadi kalau begitu sehat hanya milik orang kaya? orang miskin tidak boleh sakit? Disisi lain saya tahu betul bahwa sebuah rumah sakit, untuk melayani pasiennya butuh dana yang tidak sedikit. Berapa harga antibiotik ciprofloxacin 500mg non generik yang broadspektrum ? 150rb sodara2. Belum lagi biaya jasa tenaga kesehatan. Seorang dokter jaga/perawat dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di Rumah Sakit tersebut yang bekerja bahkan sampai semalaman demi menjaga orang-orang yang sakit. Disisi lain ada nilai kemanusiaan yang tidak seharusnya diperjualbelikan, namun disisi lain pula para tenaga kesehatan yang bekerja non stop bahkan sering kali mengorbankan waktu mereka bersama suami/istri, anak-anak dan keluarga demi mendapat beberapa lembar rupiah agar keluarga mereka dapat hidup dengan layak. Berikut saya lampirkan surat edaran dari pemerintah mengenai BPJS.
Lampiran ini mengundang banyak kontroversi hati diantara para civitas akademika mahasiswa kedokteran. Bagaimana tidak kalau menurut celotehan teman kami bayaran kami bahkan lebih rendah dari bayar parkir di PVJ yang dia pernah bayar sampai Rp.16.000? Sebenarnya saya tidak terlalu mempermasalahkan pembayaran ini seandainya saja pemerintah secara fair menggratiskan atau setidaknya memberikan kompensasi biaya sekolah untuk menjadi seorang dokter. Sudah jadi rahasia umum bahwa menyekolahkan anak untuk menjadi seorang dokter biayanya tidak sedikit. Di universitas swasta rata-rata minimal biaya 175jt rupiah begitu masuk harus sudah ditangan, belum lagi biaya per semester 15jt rupiah. Itu adalah gambaran biaya secara umum, bahkan ada yang sampai 20jt rupiah/semester dan begitu masuk harus bayar lebih dari 200jt rupiah. Belum lagi biaya hidup. Gara-gara ini pula seringkali kami ditanya, "Orang tuanya bekerja dimana?", "Wah pasti banyak uangnya."  Sesungguhnya kami disekolahkan bukan karena orang tua kami banyak uang atau harta yang tidak habis tujuh turunan tetapi karena orang tua kami yang tidak ingin anaknya hidup tidak layak juga kami setidaknya ingin membalas budi orang tua, memberikan kehidupan yang lebih layak pada orang tua kami dan juga kepada keluarga kami kelak. Belajar untuk menjadi seorang dokter juga tidak mudah, tidak jarang kami di marah-marahin, diberi tugas yang begitu banyak, hapalan yang subhanallah sekali, bahkan seringkali buku-buku yang gede akhirnya jadi bantal karena ketiduran begitu lagi baca buku yang seabreknya. Kombinasi paket komplit antara kekuatan mental, pikiran, psikomotor dan sosial diuji disini. Tidak sedikit teman-teman kami yang akhirnya mundur padahal biaya yang sudah dikeluarkan tidak sedikit. Orang yang kutu buku, orang yang IPK nya super tinggi belum tentu akan banyak pasiennya karena kebanyakan pasien lebih suka terhadap seorang dokter yang berjiwa sosial tinggi dan ramah, inilah yang disebut efek placebo. Orang yang kutu buku, orang yang IPK nya super tinggi belum tentu akan banyak pasiennya karena kemampuan psikomotor amat sangat diperlukan terutama ketika penatalaksanaan misalnya menjahit luka, memasang laringoskop,dll. Itulah alasan kenapa saya terkadang mulai menyeimbangkan semua itu meskipun tidak mudah. Belajar bersosialisasi dan mengenal banyak karakter teman sejawat, meskipun kadang sering terbawa arus karena keasyikan. Tapi tenang saja, saya masih memegang batas-batas yang tidak seharusnya saya lampaui.
Perjuangan untuk menjadi dokter pun tidak cukup sampai menjadi dokter umum saja. Untuk menjadi seorang spesialis misalnya begitu akan masuk pun harus melalui seleksi ketat termasuk persyaratan nilai TOEFL yang cukup tinggi (kalo biaya masuk sudah jelas bersaing). Begitu masuk spesialis pun sibuknya bukan main. Seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi misalnya, beliau jam 6 pagi sudah harus berangkat ke rumah sakit pendidikan, pulang larut malam sampai 11 malam bahkan sampai tidak pulang kalau sedang jaga. Anak dan istrinya di rumah hanya bertemu beberapa jam saja sebelum tidur bahkan sering kali kalau anak beliau sudah tidur jadinya tidak bisa bermain dengan anaknya. Duh kasihan sekali ya. Dan jika itu dilakukan sampai selesei spesialis misalnya 4th maka 4th itulah anak dan istrinya akan seperti itu (haha inilah alasan mencari pasangan harus yang benar-benar setia dan sabar, kalau tidak, begitu beres atau belum beres spesialis malah cerai, amit-amit nauzubillah)
Menyikapi hal ini, beruntunglah saya memiliki sedikit pemikiran untuk berwirausaha, ya Alhamdulillah sejak masuk kuliah saya sempat mencoba beberapa usaha kecil meski hasilnya tidak seberapa tapi saya pernah sekali berjualan sampai untung Rp.200.000 hanya bermodalkan insting marketing otodidak, minimal satu penjualan hitungannya 15rb-20rb/produk(tuh kan dibanding BPJS yang hanya 8rb.hahaha). Tapi tidak berlangsung lama, hanya sekitar 1th mood saya langsung turun dan efforts untuk berwirausaha pun hilang lagi. Namun rupanya saya termasuk orang beruntung karena dipercaya oleh rekan-rekan sejawat untuk menjadi bendahara, setidaknya uang teman saya lebih dari 7jt rupiah dipercayakan kepada saya untuk dikelola. Untuk ke depannya saya berusaha untuk dapat menjadi "orang yang dapat dipercaya" apalagi cita-cita saya untuk mendirikan sebuah perusahaan dengan sistem saham atau modal bersama mulai mendapat perhatian dari salah seorang sejawat.
"Jadi kita butuh modal minimal 800jt."
"Berarti kita harus ngumpulin uang dulu segitu ya Ai?"
"Iya... insya Allah lah kalo bisa terealisasi perusahaannya bisa besar soalnya ini brand ternama jadi bisa diturunkan ke anak-cucu kita. Sistemnya kan berdasarkan persentase modal jadi persentase pembagian keuntungan dilihat dari seberapa besar modal yang ditanamkan. Tapi untuk brand ini perputaran uangnya harus sekitar 40jt/bln."
"Berarti harus nyari tempat yang strategis ya?"
"Iya, aku udah nyari tempatnya sih yang cocok dan tempat itu kayanya cocok loh"
"Wah iya, semoga sampai modal kita terkumpul, belum ada yang bikin itu disana"
Akhir kata semoga rezeki itu selalu bisa kami usahakan, darimana pun asalnya, asalkan halal. Kelak orang tua kami bisa merasakan hasil jerih payah anak-anaknya dan juga meskipun kelak hanya akan menjadi seorang ibu, semoga anak-anak dan keluarga kecil kami kelak bisa dapat hidup layak tanpa melupakan rasa kemanusiaan kepada sesama. Amin ya Rabb.