Senin, 21 Juli 2014

Indonesia needs a technocrat not just a birocrat

Pemikiran ini sebetulnya sudah lama sekali muncul, yap Indonesia needs a technocrat not just a birocrat. Berkaca terhadap pemimpin-pemimpin terdahulu maupun hingga saat ini, mulai dari Ir. Soekarno. Beliau adalah pemimpin yang paling saya kagumi, bukan saja karena beliau diabadikan sebagai patung lilin di madam tussauds tetapi beliau bagaikan titisan dari gajah mada yang mampu mempersatukan nusantara yang terdiri dari 13.667 pulau (berdasarkan data waktu kelas 5 SD saya dan entah apakah masih bertambah ataukah berkurang sampai saat ini tapi sesuatu sekali saya masih ingat jumlah persis pulau di Indonesia ketika seorang yang berkewarganegaraan Israel bertanya tentang ini kepada saya). Dilihat dari latar belakang beliau adalah seorang arsitek sama sekali bukan seorang yang belajar ilmu politik dan sosial, kehebatan beliau juga mampu membangun Stadion GBK, Mesjid Istiqlal dan juga Monas sebagai icon Indonesia tentu hal ini adalah bagian dari politik mercusuar saat itu. Bayangkan pada saat itu, peralatan perang masih sangat terbatas jangankan membayangkan adanya pesawat untuk membantu memperluas wilayah kekuasaan,zaman sekarang saja untuk mengunjungi wilayah-wilayah Indonesia masih cukup sulit. Beralih ke zaman Soeharto, beliau memang ahli dalam stabilitas keamanan dan juga pertahanan (secara basicnya seorang tentara), namun rupanya keserakahan beliau ini mengantarkan pada akhir yang bahkan sampai sekarang masih dikenang sebagai cikal bakal krisis moneter di Indonesia. Selanjutnya pada masa pemerintahan Soeharto, sebetulnya beliau sudah memiliki gagasan yang cukup baik mengenai teknologi, beliau merekrut Pak Habibie untuk mendirikan IPTN (wih hebat Indonesia bisa bikin pesawat sendiri) dan juga mobil buatan Indonesia yaitu Timor mulai diperkenalkan. Namun sayang seiring dengan krisis moneter yang semakin menjadi kedua hal tersebut gulung tikar, padahal di Malaysia mobil proton buatan negaranya sendiri sampai sekarang semakin cling di negaranya sendiri, model-modelnya pun bervariasi sampai menyerupai mobil sport, bahkan pemerintah Malaysia memberikan subsidi untuk pembelian mobil buatan negara nya sendiri.(ternyata Indonesia hanya ahli sebagai konsumen dibanding produsen). Gubrak. Padahal di Indonesia tidak sedikit pelajar-pelajar yang pintar, yang meneruskan sekolahnya bahkan sampai ke luar negeri. Namun seringkali, setelah mereka sukses di luar negeri mereka enggan kembali ke Indonesia.
"Males ki, Jakarta macet, banjir."
"Ya udah kalo gitu rubah, masa ga bisa."
"Kamu tau? untuk merubah pemikiran rakyat Indonesia terutama para pemimpinnya sangat sulit. Beasiswa dari Indonesia itu sering dianjuk, beda dengan beasiswa yang kita dapatkan dari negara tempat kita belajar yang datang setiap bulan dan tepat waktu. Kamu hitung saja misal biaya kita hidup disini sekitar 9 juta/bulan, jika saya dulu mengajukan beasiswa dari pemerintah Indonesia uang itu sering dianjuk dan hanya datang misalnya dibulan ke-6, selama 6 bulan itu kamu bayangkan darimana dapat 9x6 = 54 juta, pastilah memakai pinjaman uang orang tua dulu, untung saja saya dapat beasiswa bukan dari pemerintah Indonesia jadi datangya tepat waktu setiap bulan, itulah yang terjadi pada teman-teman saya yang mendapat beasiswa dari pemerintah Indonesia.

Point of view!

        Masih terekam dengan jelas peristiwa kala itu, dengan shortime holiday yang hanya 3 hari dengan total 2 hari dihabiskan untuk menunggu boarding pesawat hingga akhirnya waktu full yang dihabiskan disana hanya 1 hari. Petunjuk yang disampaikan sahabat saya saat itu sangatlah jelas, meskipun negeri itu amat asing bagi saya. Ya, kami akhirnya bertemu meskipun tanpa membeli simcard baru di airport. Padahal promo sebuah kartu sim tidak mencapai negeri itu, jadilah awalnya saya sedikit khawatir tidak bisa berkomunikasi disamping fasilitas airport tersebut tidak seenak KLIA yang disediakan wifi gratis. Begitu keluar airport dan mencari bis tujuan untuk selanjutnya disambung dengan BTS, simcard saya menunjukkan,"unknown server". Hampir putus asa dan sedikit mengutuki diri, 'mengapa saya sangat sayang dengan uang untuk sekedar membeli simcard baru?'
        Entah kenapa ditengah situasi kalut seperti itu, tiba-tiba 'network detected' bbm dari sahabat saya masuk. Kami sempat berkomunikasi meski kemudian jaringan tersebut menghilang lagi. Ah, saya akhirnya menggunakan sedikit insting dan bertemulah kami di tempat yang telah ditentukan. Dia datang bersama senyuman bagaikan malaikat yang menolong diikuti dengan abangnya, "AKHIRNYA KITA BERTEMU". Malam itu sudah begitu larut, abangnya pamit untuk kembali ke apartemennya. 
"Ai, sudah makan? mau makan apa? yuk aku anter, aku udah makan tadi sama abang aku." cerita sahabat perempuanku itu.
        Waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam lebih. Tadinya kupikir tempat makanan halal ada di lokasi terdekat. Kami turun ke lobby dan berjalan-jalan namun terhenti dan melihat sekeliling lebih dahulu. Kantor polisi tepat di depan tempat menginap kami, disertai polisi yang berjaga-jaga. Aku  melihat ke ujung jalan dan terlihat gelap. Kubuka google maps untuk mencari sebuah tempat makan, tapi ternyata cukup jauh dari yang sebelumnya kupikirkan. Kami memutar arah kembali dan berjalan ke arah utara, tepat disebelah penginapan kami. Nampaknya seperti sebuah restoran, konsepnya agak mirip Nanny's Pavillon Garden. Tadinya saya akan masuk, tapi tertahan. Sayup-sayup masih teringat kata teman saya bahwa banyak makanan tidak halal di daerah ini. Akhirnya saya mengajak sahabat saya untuk kembali ke penginapan kami dan makan di teras cafe sebelah lobby.
ini pemandangan cafe yang di depan lobby

        Saya merequest sebuah makanan tapi ternyata lebih dari pukul 10 malam mereka tidak menyediakan makanan, kecuali tart atau kue kecil, soft drink, minuman beralkohol serta air mineral. Kali itu  saya memutuskan untuk membeli air mineral saja, naik ke kamar kami di lantai 3 untuk membongkar pop mie yang kubawa dari tanah air dan meminta sahabat saya menunggu di teras cafe di depan lobby. Setelah mengambil pop  mie saya menghampiri dia yang sedang duduk, kami berbincang sambil memperhatikan keadaan sekitar. Tepat di samping kami, sekelompok pemuda yang baru saja selesei berpesta alkohol dengan botol yang berceceran dimejanya, dari pembicaraan nya yang masih bisa ditangkap oleh telinga saya, mereka akan melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat yang boleh dikatakan, "legian streetnya Bali". Saya melanjutkan pembicaraan menarik bersama sahabat saya tersebut sambil menikmati hangatnya pop mie yang dirasa sangat membantu, padahal saya tau bahwa gaster saya menolak dan inilah penyebab gastritis sering kambuh. 
        Tidak terasa, waktu sudah hampir menunjukkan tengah malam, satu per satu pengunjung mulai pergi. Seorang pengunjung laki-laki, yang awalnya duduk sendirian di ujung, menghampiri kami. Kami berbincang-bincang dan ternyata dia berasal dari Israel. Sebuah negara yang sedang ramai dibicarakan saat ini. Tentang agresi militer mereka yang dilancarkan ke gaza dan entah kapan akan berakhir. 3 orang kematian warga negara israel mereka balas dengan melancarkan serangan  yang hingga saat ini menewaskan 300an orang. Mereka tidak peduli jika yang mereka bunuh bukan hanya golongan hamas tapi juga ibu-ibu dan anak-anak yang tidak berdosa. Gedung-gedung, jalan serta rumah tempat mereka berlindung dihancurkan begitu saja dengan rudal yang mereka banggakan tanpa ampun. Ah, saya memang hanya melihat hal tersebut dari televisi saja, saya juga tidak mampu berbuat apa-apa, tapi hati saya teriris ketika melihat anak-anak yang tidak berdosa itu menjadi korban atas sebuah perang yang tidak tau kapan berakhir. PBB yang notabene mengusung perdamaian dunia hanya sekedar klise saja, dibalik itu ada kendali yang sangat kuat konon orang-orang berdarah Yahudi. Yahudi? ya dia juga Yahudi, berdasarkan rekam jejak yang saya telusuri. A woman research is better than FBI.  
        Sebenarnya saya juga tidak tahu bagaimana Yahudi itu, saya tidak ingin menjelekkan suatu kaum karena begitu saya berhadapan langsung dengan seorang Yahudi yang berasal dari Israel tersebut dia open minded . Dia juga menghormati ketika kami bilang tidak minum-minuman yang beralkohol. Namun, di dalam Al-Qur'an surat Al Isra ayat 4 yang mutlak harus diyakini : 'Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu (kitab dalam ayat tersebut maksudnya kitab taurat yang pertama diturunkan pada mereka sebagai pedoman hidup mereka),"Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". Ya memang seperti kita ketahui bahwa orang Yahudi itu memang cerdas, siapa yang tidak mengenal Albert Einstein dengan teori relativitasnya yang berhasil mencetuskan pemboman di hiroshima dan nagasaki kala itu untuk memenangkan perang dunia yang hingga saat ini berhasil mengangkat negara Paman Sam menjadi polisi dunia. Siapa juga yang tidak tahu bahwa brand coffe kelas dunia macam starbucks juga Johnson&johnson, aqua serta sederet merek terkenal lainnya yang sangat banyak dan sangat sulit untuk ditulis satu per satu, pemiliknya kebanyakan orang yang berdarah Yahudi. Sejujurnya saya juga tidak tahu tentang peristiwa  Holocaust dimana pada saat itu 'katanya' terjadi pembantaian Yahudi oleh Adolf Hitler apakah benar-benar terjadi atau tidak. Akhir kata, apapun itu yang terjadi hanya Allah lah Yang Maha Mengetahui dan semoga Allah menempatkan tempat terbaik bagi orang-orang yang meninggal karena ada di jalan-Nya. Amin.