Kamis, 06 November 2008

Resensi Novel tahun 90-an: Misteri Yang Terpecahkan


Judul Novel : Misteri Pembunuhan di Kakek Bodo
Penulis : S. Mara Gd.
Penerbit : Gramedia,Jakarta,Cetakan 1, Februari 1987
Tebal : 363 halaman


Sepandai-pandainya membungkus, yang busuk itu akan tercium juga. Tampaknya inilah plot yang dipilih S. Mara Gd. untuk novelnya yang berjudul Misteri Pembunuhan di Kakek Bodo. Pemikiran yang cerdik akan menjadi nilai lebih, akan tetapi jika tidak disertai dengan kejujuran akan menimbulkan malapetaka yang dahsyat. Pengalaman sang penulis novel yang mulanya berawal dari menerjemahkan novel-novel karya Agatha Christie membuatnya semakin piawai dalam menciptakan gaya bahasa yang mudah dimengerti bagi para pembaca. Novel ini bercerita tentang kisah seorang anak kapten polisi kokasih yang bernama Dessy. Di sebuah tempat yang bernama Kakek Bodo, dia terjebak dalam suatu kasus pembunuhan. Tempat itu digambarkan sebagai sebuah tempat rekreasi yang disemarakkan oleh kehadiran sebuah air terjun di daerah pegunungan yang sejuk dan menawan. Setting inilah yang kemudian menjadi unsur pokok pencipta suasana yang bergerak, berkembang secara dinamis dalam keseluruhan cerita. Novel dibuka dengan pemaparan menarik mengenai tiga orang anak yang ditinggalkan orang tuanya dan mencoba hidup mandiri dengan diawasi sahabat ayahnya. Akan tetapi Dessy, salah seorang dari anak tersebut, mengikuti jejak teman-temannya untuk berekreasi ke sebuah tempat yang bernama Kakek Bodo. Lalu Dessy yang tiba-tiba sadar bahwa dia telah melihat wajah pembunuh menjadi panik, terlebih-lebih setelah si pembunuh berhasil mencari tahu identitasnya. Dan bukan lagi si pembunuh yang melarikan diri darinya, tapi ia yang harus melarikan diri dari si pembunuh. Namun disinilah justru S. Mara Gd. piawai dalam meramu masalahnya. Dessy mengalami shock, guncangan batin. Ia yang semula terbiasa hidup bebas, kini terpaksa harus hidup dalam pengawasan orang-orang. Bagaimana endingnya? Malapetaka yang datang lewat musuh dalam selimut. S. Mara Gd.,penulis novel ini menuntun plotnya agar tidak terjebak pada subjektivitas emosional, dengan penuh perhitungan. Membaca novel ini seperti mengajak kita untuk berpikir logis,matematis,kritis dan tidak gegabah menarik kesimpulan. Cinta Dessy pada sahabat sebaya ayahnya dijadikan penulis sebagai prinsip yang saling berlawanan.Sederhana,tapi mengena. Novel ini tampaknya lebih mengedepankan aspek logika. Itulah sebabnya banyak konflik yang seharusnya bisa digarap lebih detail dan menarik, justru hanya ditampilkan secara singkat. Sesungguhnya kisah cinta antara Dessy dan Gozali bisa menjadi picu sebuah konflik yang tajam dan dramatis. Namun walau bagaimanapun, penulis tampak memiliki penguasaan yang jelas dengan "jenis"yang dimasukinya. Bagaimanapun,itu suatu kelebihan untuk menciptakan suatu karya sastra dengan tidak menoton memakai tema percintaan yang dewasa ini semakin marak. kiranya novel ini bisa dijadikan alternatif kita bagi orang-orang yang menyukai kisah detektive.

Rabu, 05 November 2008

Resensi Film Laskar Pelangi : Sebuah Karya Spektakuler


Judul Film : Laskar Pelangi
Ide Cerita : Andrea Hirata
Sutradara : Riri Riza
Produser : Mira Lesmana
Ilustrasi Musik : Aksan dan Titi Sjuman
Ost : Nidji
Editor : Dono Waluyo
Rumah Produksi : Miles Films dan Mizan Production


Membuat film dari novel laris pasti tak cukup hanya bermodalkan ambisi mengeruk laba. Ekspektasi besar pembaca novelnya bisa jadi peluang menjanjikan tapi juga perangkap berbahaya. Setia pada novelnya belum tentu menghasilkan tontonan menarik. Terlalu bersemangat mengeksplor keunggulan media film juga tak selalu menjanjikan box office. Semakin populer novelnya, semakin berat tantangannya. Itulah gambaran dari film yang berjudul Laskar Pelangi. Namun Riri Riza beserta segenap rumah produksi Miles Films dan Mizan Production ternyata mampu menjawab keraguan yang ada di benak para penikmat novelnya. Dengan berani sutradara dan produsernya mengkasting anak-anak Belitong dan melatih mereka sebagai sosok-sosok yang menghidupkan karakter rekaan penulis Andrea Hirata.Lewat akting mereka yang polos, kesepuluh anak Belitong itu mampu memikat hati penonton melalui cerita tentang kesepuluh anak yang disebut Laskar Pelangi. Meskipun mereka berada dalam keterbatasan ekonomi dan lingkungan alam yang tidak memungkinkan, namun Laskar Pelangi tetap gigih mengejar cita-citanya. Penonton dibuat terharu saat menyaksikan Lintang, sang anggota Laskar Pelangi yang jenius ternyata terpaksa harus putus sekolah demi mengurus adik-adiknya. Dan penonton pula bisa merasa terhibur dengan adegan ikal sang tokoh utama yang ternyata jatuh hati pada A Ling. Bosa dikatakan bahwa film ini bukan sekedar film biasa. Dan film ini kiranya tepat hadir di tengah-tengah maraknya matrealisme pendidikan, dimana di zaman sekarang ini pendidikan banyak diperjualbelikan. Tokoh seorang guru layaknya Bu Muslimah ataupun Pak Harfan bisa dijadikan suri teladan bagi guru-guru di seluruh negeri ini. Ketulusan hati mereka terhadap anak didiknya tidak dapat diukur dengan materi. Kesuksesan Laskar Pelangi ini ternyata tak lepas dari komunikasi harmonis antara penulis novel dan pembuat filmnya. Karya spektakuler ini mampu menyerap 1,4 juta penonton dalam dua minggu. Bagaimanapun ternyata masyarakat sendiri telah cerdas dalam memilih tontonan yang bersifat edukasi dan bermanfaat.